Menjadi Pejuang Ilmu

Bisa dipahami bersama bahwa apabila seseorang menghendaki untuk tiba di suatu tempat, maka dia harus mengetahui jalan menuju tempat tersebut. Adakalanya jalan menuju ke sana dipenuhi oleh rintangan yang melelahkan, jalan yang berliku, godaan yang menyapa, dan rintangan lain yang membuat diri rasanya ingin berbalik arah menuju tempat paling nyaman saja. Yang demikian itu akan dirasakan pula oleh ia yang menempuh jalan menuntut ilmu. Oleh sebab itu, menjadi hal penting bagi seseorang untuk menyiapkan perbekalan terbaik untuk menyusurinya.

Perbekalan utama yang harus dimiliki penuntut ilmu adalah niat lurus sebagai tujuannya. Niat yang lurus akan membuahkan keikhlasan. Jika ini telah menjadi dasar pijakan setiap urusan kita, dampaknya segala gerak-gerik bahkan diamnya diri kita akan diliputi oleh keikhlasan yang mendekatkan kepada Allah ta’ala. Misalnya ketika belajar, berdiskusi, menyimak materi, menghafal, mengulang pelajaran, membeli kitab, maka semuanya akan ikhlas untuk Allah semata. Dengan demikian kekuatan kita akan jauh meningkat ketika didera segala kesulitan dalam proses menuntut ilmu. Bagaimana tidak, apabila tujuan yang dipatok dalam menyusuri jalan ilmu hanya untuk Ia sang Maha Perkasa dan Maha Penolong? Yang tak kalah penting, keletihan yang kita rasakan akan diganjar dengan ganjaran terbaik oleh-Nya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله به طريقا إلى الجنة
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mempermudah jalan baginya menuju surga” [Dikeluarkan oleh Muslim (4/2074) dari Abu Hurairah]

Namun hati manusia tak selamanya selalu lurus dalam kebaikan. Dalam perkara niat misalnya, ada kalanya ia bergeser. Yang awalnya lurus, niat lillahi ta’ala, kemudian berubah niat kepada selain-Nya. Inilah yang menjadi cikal bakal seorang penuntut ilmu kehilangan keutamaan ilmu hingga ia terjatuh pada fitnah, bencana, dan hasil yang buruk.

Di antara contoh keburukan yang disebabkan tidak benarnya niat yang menimpa para penuntut ilmu yaitu:

Lanjutkan membaca “Menjadi Pejuang Ilmu”

Buku Wonder R.J. Palacio

Ini kali pertama kuberbagi bacaan versi ebook karena versi cetaknya agak susah didapat. Sebenarnya gak susah-susah banget sih, cuma karena mau segera baca ya sudah pake ebook saja. Teman-teman yang tertarik versi ebooknya bisa membeli buku Wonder karya R. J. Palacio ini di play books 👌
Oiya, buku ini sudah diterjemahkan tapi sudah langka sekali karena penerbit yg mencetak sepertinya sudah gulung tikar. Sebenarnya aku sudah penasaran dengan buku ini sejak setahun lalu, tapi kuputuskan untuk menunda membelinya hingga ada yang menjual bekas versi terjemahannya. Terus iseng-iseng membaca beberapa halaman previewnya di play books, ternyata bahasanya ringan sekali. Akhirnya kuputuskan untuk memiliki yang english version saja.

Lanjutkan membaca “Buku Wonder R.J. Palacio”

Serunya Belajar Bersama

Beberapa bulan sebelum mulai kuliah lagi, saya menyibukkan diri dengan membuat kelompok belajar di rumah yang isinya anak-anak SD, kadang ada juga bocah TK yang nyempil ikut kakaknya. Ini menjadi tantangan baru, biasanya saya hanya belajar dengan siswa SMP dan SMA.

Awalnya, kelompok belajar ini hanya dihadiri 7 orang anak. Lalu datang seorang ibu ke rumah dan menceritakan kesusahannya mendampingi anaknya belajar dan berharap saya bisa membantunya. Dengan semangat menggebu saya meng-iyakan. tak terduga, ibu itu menyampaikan ke Ibu-ibu yang lain. akhirnya, tak kurang 25 orang anak kecil berwajah polos berdesakan di musholla rumah yang luasnya hanya 2×7 meter dan meluber ke teras depan.Amazing!

Pertemuan pertama dengan 30 anak, saya dilanda panik. saat itu kondisi sedang PMS (premenstrual syndrome), emosi sedang labil. jujur,terasa lelah menahan marah dengan kelakuan beberapa anak laki-laki yang suka usil dan enggan menyelesaikan tugas yang diberikan, ditambah lagi beberapa anak yang memang membutuhkan perhatian lebih agar bisa memahami materi, saya bingung membagi perhatian pada anak dengan kelas berbeda, silih berganti mereka berteriak “mbak, aku udaah” atau “mbak, ini apa? aku gak bisa”. Fix, mendidih kepala gue dan endingnya, banyak ngomel.

Beberapa waktu setelah kelas itu berakhir, saya membaca buku “5 Guru Kecilku” karya Kiki Barkiah. Beliau adalah ibu dari 5 orang anak yang memilih homeschooling sebagai metode pendidikan anak-anaknya. Sosok inspiratif yang menyuguhkan kisah-kisah yang mengandung banyak pelajaran yang perlu diketahui oleh orang tua. Secata tidak langsung, beliau menjelaskan bahwa dalam mendidik 3 aspek yaitu intelektual,emosional dan spiritual  harus ada dalam pengasuhan. Beliau menjelaskan dengan bahasa yang membumi dan tidak teoritis. Akhirnya, saya merenungi kembali tentang niat dan metode yang digunakan dan bertekad pertemuan selanjutnya harus lebih sabar dan sistematis.

Alhamdulillah, sekian waktu bersama anak-anak saya mulai menikmati suasana riuh mereka. Terbiasa dengan suara anak-anak kelas satu membaca buku dengan suara lantang. Juga terbiasa menerima gangguan anak laki-laki yang sering cari perhatian, bahkan terbiasa melihat mereka bertengkar memperebutkan hal kecil. Semuanya begitu menyenangkan. Rasa-rasanya diri telah menemukan passion. Yup, saya suka mengajar.

Mengumpulkan anak dari berbagai macam kelas dalam satu forum belajar menguras emosi dan tenaga. Masalah terbesar yang dihadapi ketika belajar dengan anak usia SD adalah pertengkaran khas mereka. contohnya, ketika anak kelas 2 SD mengerjakan soal dan kesusahan, kelas diatasnya akan berkomentar,
“Kan itu gampaang, masak gak bisa” dengan nada meremehkan.
“iya iya kamu pinter” adiknya menjawab pake nyolot.
*perang pun dimulai
akan sering juga mendengar seruan semacam ini,
“mbaak, Roy nih mbak. ganggu terus, gak ngerjakan soalnya”
“mbaak, sisy makan oreo pas belajaar”
“mbak, main sepeda aja yuk”
“mbak, aku ga mau nulis, capek”
ditambah lagi, beberapa anak yang suka meramaikan kelas dengan gangguan mereka. Jika setiap anak hampir reaktif seperti itu, bisa membayangkan seperti apa kelas saya?

Ketika terjadi pertengkaran kecil amat baik bagi mereka untuk belajar mengenai manajemen konflik, saat itu tuntutlah mereka menyelesaikan sendiri dan jelaskan agar tidak mengadukan hal-hal kecil. kalau sudah parah maka akan ada sesi nasihat semacam ini,
“dik, suka gak dipukul?” dengan nada tegas
“enggak”
“nah, kalau gak suka, jangan lakukan ke temannya. menyakiti orang lain itu dosa. Allah benci”
Biasanya mereka akan segera saling meminta maaf dan kembali bermain bersama (cewek sih ada jeda ngambeknya dulu, lol). Enaknya ngajar anak SD, mereka mudah sekali menerima nasihat, biidznillah.

17547283_120300002796213830_1921056084_o
Suasana di kelas (lagi anteng) ><

Setiap anak memiliki gaya belajar berbeda-beda. Saya menaruh perhatian lebih pada beberapa anak dan menyibukkan dengan tugas atau bacaan ke anak yang lainnya supaya adil.Sebelum belajar biasanya ada penjelasan kepada semua anak apa saja yang akan kami pelajari lalu membagi duduk berdasarkan kelas, untuk memudahkan membagi perhatian. misalnya hari itu kami akan belajar matematika tentang bangun datar, sesi awal yaitu penjelasan secata ringkas atau bercerita tentang materi itu kepada semua anak. lalu mulai dibagi materi khusus,
kelas satu, mengelompokkan bangun berdasarkan warna, ukuran, dan menyebutkan benda – benda disekitarnya yang berbentuk lingkarang misalnya.
kelas dua, menghitung sisi dan sudut dari bangun datar tertentu, dan menggambar benda-benda disekitarnya yang mempunyai 4 sudut.
kelas tiga, mulai belajar mengenai besar sudut, macam-macamnya dan mengelompokkan benda yang punya sudut (lancip,tumpul,siku-siku) dan menghitung luas dan keliling bangun. contohnya bisa diaplikasikan ke ruangan atau disekitarnya.
kelas empat, belajar mengenai pencerminan dan simetris dan menyebutkan benda-benda yang simetris. di materi pencerminan saya mengeluarkan cermin dari kamar ibu supaya mereka paham maksudnya ><
kelas lima & enam, menghitung luas, keliling atau volume benda yang saya berikan.
dengan tema bahasan yang sama, kelas akan lebih kondusif dan membuat perhatian saya fokus.Tiap kelas dibedakan dengan menambah tingkat kesulitan materi dan soal. jika ada kesusahan mereka bisa bertanya dan berdiskusi. kadang anak kelas 5 dan 6 juga membantu mengajar.

17577987_120300002803250540_270173398_n
sesi diskusi perkelas, ada saja adik kecil yang bergabung kelompok lain,antusias materi kakak-kakaknya

Yang saya amati dampak positif dari kelas multigrade ini adalah membuat mereka belajar saling menghargai, yang besar mengayomi dan yang kecil belajar menghormati yang lebih besar. mereka juga belajar terbiasa dengan materi yang lebih rumit dari pelajaran mereka dengan melihat kakak-kakaknya belajar. mereka juga belajar konsentrasi karena harus berbagi guru dan menghadapi keributan anak kelas satu dan dua membaca keras-keras soal mereka.

di akhir sesi, akan ada review materi pekan sebelumnya dalam bentuk pertanyaan. yang bisa, boleh pulang duluan. Sering menemukan wajah kecewa anak-anak yang pulang terakhir karena tidak bisa menjawab soal. Ini menjadi  tantangan untuk membesarkan hati dan membuat mereka lebih semangat belajar.

By the way, sebulan sekali ada kegiatan tambahan seperti, crafting, berkebun, membaca buku, atau setoran hafalan.

17495426_120300002806208980_785109547_n

17578027_120300002776673067_1449531117_n

 

Motivasi terbesar saya adalah berbagi. Melihat mereka bersemangat dan mengamalkan apa yang diajarkan adalah kebahagiaan tersendiri. Benar kiranya, menjadi guru adalah pekerjaan yang amat mulia. Apalagi disertai dengan keikhlasan, hingga bisa mengantarkan pada surga Allah.

Semangat berbagi kebaikan pada sekitar!
Semoga Allah membalas kebaikan guru-guru kita  🙂

 

Candra A.S Prahastiwi